HI HEELS
Sepatu hak tinggi (high heels, hi heels) saat ini seolah sudah menjadi bagian dari passion kaum hawa. Padahal high heel dulu tidak hanya dipakai baik wanita tapi juga kaum pria untuk melindungi pakaian dari kotoran di jalanan. Prototipe high heel awalnya berasal dari Turki, dibuat pertama kali pada tahun tahun 1400. Awalnya disebut chopine yang beralas datar. Penggunaan chopine ini tergantung keperluan. Semakin tebal lumpur di jalanan maka semakin tinggi sol sepatu yang dipergunakan. Menurut sejarah, chopine mempunyai ketinggian dari 20 cm sampai 46 cm. Saat itu, chopine tidak berbeda antara kiri dan kanan.
Chopine terus mengalami modifikasi baik tinggi atau bentuk. Desainer Italia pada abad ke-16 berhasil memodifikasi chopine dengan meninggalkan bentuknya yang kaku, tapi tetap memberi kesan tinggi bagi pemakai. Sepatu dibuat menjadi dua bagian, yang lebih rendah di bagian depan serta tinggi di bagian tumit. Model sepatu inilah yang selanjutnya diadopsi kalangan industri.
Setelah revolusi industri kehadiran sepatu pump mematahkan arogansi high heel. Pump merupakan bentuk sepatu dengan hak yang sangat rendah (low heel). Akan tetapi, low heel hanya berusia sejenak, high heel kembali menarik perhatian pada pertengahan abad ke-18. Raja Louis XIV yang hanya mempunyai tinggi 1.6 m khusus dibuatkan high heel dengan tinggi 12.7 cm. Saat itu, high heel menjadi lambang kebangsawanan, kekuasaan, dan kekayaan seseorang.
Memasuki abad ke-19 sepatu mulai dibuat berpasangan, kiri dan kanan. Bagian tumit dibuat lebih tinggi sekitar 15 cm, dan menggunakan material kayu atau gabus. Kalangan industri menamakannya chaussures a port atau sepatu jembatan, sebab adanya arkus (lengkung) yang terbuka, atau karena bunyi ’klik’ nya sepatu ini disebut chaussures a cric. Biasanya, hak sepatu pada pria dibuat lebih besar dan lebih berat. Akan tetapi, seperti halnya pada wanita sepatu dengan hak kecil dan sangat tinggi saat itu populer di kalangan pria. Pria Inggris yang menggunakan high heel biasanya harus menggunakan tongkat agar tidak jatuh.
Setelah perang dunia kedua, high heel kembali menemukan popularitasnya. Pada tahun 1950, model Stiletto mewarnai dunia fashion. Model ini mempunyai tinggi sekitar 10 cm (4 in) dengan ujung hak yang sangat kecil (pin point). Hal ini dimungkinkan karena high heel dibuat dari bahan logam yang sangat tipis yang menempel pada bahan sepatu yang terbuat dari kayu atau plastik. Saat ini para desainer sepatu terus melakukan eksperimen untuk bahan dan ornamen yang akan dilekatkan pada high heel.
Konon, high heel mampu memberikan highlight pada gaya berpakaian seseorang. Makin tinggi, makin outstanding. Produsen sudah ‘mati-matian’ memberikan value added pada high heel semisal memberikan bantalan yang lembut (soft cushing pad), material yang ringan, toe box yang terbuka dan luas, serta dengan memberikan tali (strappy) di bagian belakang. Akan tetapi, hal itu tidak lebih sekedar memberikan ‘rasa nyaman’ pada saat high heel tersebut dipakai tapi tidak untuk menghilangkan dampak buruk yang mungkin timbul kemudian. Today’s fashion can be tomorrow’s pain.
Sudah rahasia umum bahwa dunia medis tidak pernah berpihak pada high heel. Alasannya, tidak melulu hanya pada kaki tapi yang lebih penting justru efek negatif pada tubuh. High Heel menyebabkan posisi tubuh terdorong ke depan dan ini mendorong pusat beban juga berpindah ke depan. Akibatnya, poros panggul dan tulang belakang keluar dari deretan (alignment). Hal ini rawan menimbulkan cedera tulang belakang. Apalagi bagi orang yang pernah mengalami cedera semisal patah atau mempunyai kelainan semacam skoliosis sebaiknya tidak menggunakan high heel karena dapat memperparah kelainan yang sudah ada. Pada saat berjalan wanita yang menggunakan high heel menjadikan sendi lutut sebagai tumpuan utama. Pergeseran titik tumpu tubuh ini menyebabkan wanita lebih rentan mengalami osteoartritis yaitu peradangan sendi terutama pada sendi lutut dan panggul. Kedua keadaan ini yang sering terlepas dari perhatian karena ‘letak’ kelainannya yang ‘jauh’ dari kaki.
Sepatu disebut high heels apabila tinggi hak lebih dari 3.5 inchi. Akan tetapi, dampak negatif sudah dapat timbul walaupun tinggi hak 1 inchi. Dampak high heels pada kaki sangat banyak diantaranya Hammertoe (kapalan) merupakan perubahan bentuk jari kaki berupa penebalan kulit di atas jari (corn) atau di bawah telapak kaki (callus). Hal ini bisa menjadi masalah, bisa juga tidak. Pada saat jempol masuk ke dalam ruang depan sepatu yang sempit, maka sendi jari tersebut seperti ’tertinggal’, lama kelamaan sendi membesar di bagian bawah dan sisi bagian luar. Pembesaran sendi pada jempol inilah yang dinamakan bunion (hallux valgus). Awalnya, bunion tidak nyeri tapi selanjutnya dapat mengalami pembengkakan dan sangat nyeri. Selain itu, saraf pada kaki dapat tertarik menimbulkan iritasi saraf yang disebut neuromas (Morton’s neuromas). Hal ini disebabkan tekanan sepatu saat dipergunakan untuk berjalan.
Ruang sempit sepatu menimbulkan penekanan pada kuku, yang menyebabkan kuku masuk ke dalam kulit sekitarnya disebut onychocryptosis atau unguis inkarnatus. Keadaan ini sangat nyeri disertai pembengkakan pada jari kuku yang terkena. Yang paling sering biasanya kuku jari jempol. Unguis inkarnatus memerlukan obat antibitoika disertai operasi kecil dengan cara membuang sebagian atau seluruh kuku yang terinfeksi. Selain itu, bagian belakang sepatu yang keras dapat mengiritasi tumit dan menimbulkan pembesaran tulang tumit (calcaneus) yang juga disebut Haglund’s deformity. Pemakaian high heels menyebabkan urat besar yang menghubungkan otot betis pada tulang tumit(Tendon Achilles) menjadi tegang ini menimbulkan nyeri pada tumit (Achilles tendonitis). Pada umumnya kelainan yang muncul akibat penggunaan hi heels ini menimbulkan gejala nyeri, rasa tidak nyaman di kaki, dan selanjutnya perubahan bentuk kaki (deformitas).
Pengguna high heels memang sebagian besar para wanita walaupun tidak tertutup kemungkinan juga ada pria yang menggunakannya. Siapapun Anda, kalau saat ini belum ingin mengatakan: Say No to High Heels, maka tips berikut dapat dipertimbangkan.
Image is adapted from here.
Jadi teringat teman yang ada bunion-nya. Terpaksa harus di osteotomi (correct me if I’m wrong).
Lagian lebih enak pake flip-flop (selop jepang orang Medan bilang, alias sandal jepit), gak merana, gak perlu susah-susah menjaga postur tubuh.
Memang kadang orang rela menderita demi penampilan.
alhamdulillah saya ga pernah pake high heels hehehe….
Habis pake kaki bengkak, duh malah makin menderita. Enakan pake selop/sandal jepit (bener Vie…?)
Tapi bagi mereka yang kurang pd terhadap TB (maaf) ya wajar2 sajalah…kan buat penampilannya.
pak, bikin blog ato bikin jurnal?
ilmiah banget.. pusing bacanya.
*komen sangat2 ga penting, hahaha…
wahh… aku lumayan suka tuh pake high heels… tapi jangan yang tinggi2… paling juga yang 3-5 senti…
habis.. jadi ngerasa anggun… alahhh… hahaha…
Untung aku bukan orthopedist, jadi aku dukung deh teori itu… kalo orthopedist kan lumayan tuh banyak pasien… hehehehe
ooo.. baru tau kalo high heels gak baik untuk org yg terkena Skoliosis ya abi..
duh, habis gimana ya Abi..
kadang2 situasi2 tertentu spt presentasi dan mempanitiakan beberapa acara mewajibkan saya untuk memakai high heels..
padahal juga kalo ke kampus saya pake sepatu sendal teplek kok..
kadang2 aja pake sepatu yg haknya cuma 2 atau 3 cm kalo ada dosen wanita yg mewajibkan..
huhuhuuuu… T.T
hehehe dolo pake hi heels tiap hari ke kantor ayok ajah, sekarang kayanya mikir2 deh, sekali2 aja bolehlah, dah ga nahan pegelnya seh hehehe
teplek forevah!!!! p(^-^)q
wah, postingan khusus cewek yah…hehehee..
high heels bukannya cuman dipake di acara tertentu saja, dan frekuensinya gak sering…so kalo sekali2 gak apa2kan dok?
kalo jln2 sandal jepit the best, tp kalo buat ngantor kyknya emang lbh oke pk high heels eitt.. bkn krn masalah tinggi bdn loh.. tp gmn ya pokoknya keliatan lbh sexi n feminin aja apalg kalo ke pesta 🙂
high heel?..terakhir deen pake waktu wisuda, inget banget..betapa deen kudu latihan mondar mandir dkosan 4*3 meter, bela2in biar g jatoh pas naek ke podium ngambil ijasah.. hehehe
tapi memang bukannya kalo mau tampil ‘menarik’ harus ada pengorbannya 🙂
biar sakit asal gaya…
inilah anehnya “makhluk bengkok” kaya perempuan..demi menjadi “sesuatu yang anggun” rela bersakit-sakit…
eh bukannya dulu pak dokter juga pernah bikin tulisan yang ber-diet2? sampe kurus ceking? iya ga sih, rada lupa saya..:P
seandainya ke kantor bisa pake sendal, dari kulit domba..empukkk..bisa sekalian dijadiin bantal..hehehe..salah kaprah !
Dimana-mana hanya perempuan yang punya hak paling tinggi.
Difilem-filem, jarang sekali mereka mau ngelepasin sepatu hak tingginya saat lari dikejar-kejar serial killer
ternyata hi heels itu ada sejarahnya ya? syerem juga kalo sering2 pake high heels,pake nya kalo ada acara special aza deh. thanks udah bagi2 info
mas Mashuri yang baik hati..blog ku sederhana kok…read more itu ter link ke blog lain yang berisi tulisan penuhku…karena kemarin temen2 pada komplain bahwa karus balik ke halaman depan untuk posting komentar..maka pada blog yang berisi tulisan penuhku, ku buka membali post comment nya…terserah aja siy, mau publish komentara mas dimana.sama aja..pasti aku baca…jadi jangan binggung2 ya…lagian blognya jadi bikin penasaran ya…dalam blog ada blog…
aq sebenernya suka high heel mas
Tapi semenjak “agak umuran” mulai deh berbagai dampak negativenya dateng..
Mulai dari betis rasa mau pecah, sakit pinggang n pusing…
Sekarang gak boleh lagi ma suami
tulisannya buat cewek ni dok.. tapi klau untuk informasi.. jaga2 klau punya istri hix.
hak tinggi kaum laki laki pernah pake toh ?? baru tau saya om..kebudayaa jaman dulu spt high heel ini tak lekang hilang nya jaman yah..
Pake sepatu hak tinggi, terkadang buat pergelangan kaki jadi pegel… 😦
Gak begitu bagus utk tulang punggung belakang.
Aku pake. heheheh hmm 5cm, tinggi yah? btw mang capek deeeehh. tahu siiih kalo ntu ga bae, tp di kantor lsg pake ‘sendal jepit’ kok. jadi tuh sepatu dipake pas apel pagi sama keluar kantor ajah. pulang kerumah juga pake sandal, kan ada persediaan sandal.:)
pake sepatu hak tinggi tapi gak runcing sama juga gak yah..itu sepatu kerja saya 😀
lam kenal nieh wah kalau saya mah ngga pernah tuh pakai higheels kaga tahan di betis he he he 🙂
Huhuhu… pernah nyoba pake high heels nya sistah yg dari 7 cm-9 cm. Uh, amit2an deh buat jalan! Udah gitu jg dipake lama2 tuh ga enak! Jd pegel2 gitu kaki sayah! Hikz… 😦 Teplek 4eva lah pokoknya! 😉
pengen tampil sensual memang harus berkorban 😀
dulu klo gak salah di Oprah pernah tuh bintang tamunya orang gendut yg kakinya ancur gara2 maksain diri make hi heels.. padahal badannya gede banget.. apa gak kasian tuh kakinya…
/me anti sepatu berhak tinggi. karena kok ya selalu patah haknya, dan karena saya sudah tinggi (-berkhayal-) dan juga karena saya selalu terpelecok walaupun pake sandal jepit sekalipun.
Tampil cantik memang butuh pengorbanan. Hehe. Maka, hormati lah para wanita berhak tinggi.
Salam kenal. Blognya bagus.
Wah mas emang bener kata orang ya, mode itu berulang…
bener2 kyk roda berputar…:D
Usefull banget blog nya.
Tapi pak dokter..kalo pake hi heels sekali-sekali boleh kan ya…:)
#Vie
Kasian khan hanya demi penampilan tulang mesti “diratakan” pake operasi
#Anang
Kalo sekali-sekali mo coba gpp, mas Anang.
#Anisa
Ada jurnal yang pernah saya baca, ’kesan’ tinggi setelah memakai hi heels hanya muncul apabila TB lebih dari atau sama dengan 150 cm. Kalo kurang dari itu, Wallahualam.
#Tukang Ketik
Maklum Mas, konten blog-nya untuk ”paper” naik pangkat.
#Mel@
Apalagi, ’pesta’-nya khan udah dekat. Banyak yang ber-hi heels ria ntar
#Bakhriansyah
Makanya dokter orthoped ’jarang’ mau penyuluhan
#Nona Nieke
Sekali-sekali khan gpp. Tapi kalo diwajibkan wah, kamu harus protes dunk
#Maya
Pulang kantor, langsung pijet kaki.
#Kana haya
You make a wise choice
#Rusle
Tapi ada co yang juga suka pake, gak tau kenapa mungkin supaya lebih feminim kali
#Mama Rafi
Hi heels saat ini, tampaknya memang menjadi ’kultur (pop) ngantor para wanita’, dan sulit diperkirakan apakah di masa yang akan datang kultur ini masih eksis?
#Deen
Hm, pasti sambil ngaca ya?
#Fatah
Kali ini korbannya tulang.
#Triadi
Tugas pria yang ‘meluruskan’, termasuk mas Tri
#Milda
Ke kantor pake sendal?Ntar dijitak bos.
#Muhammad Mufti
Terutama Hak Pakai*hak pakai hi heels, maksudnya*
#MaiDen
Di Filem Charlies Angel bahkan dipake untuk nendang musuh
#Awi
Ya emang zaman dulu jalan pada becek, belum ada aspal. Seiring waktu menjadi fashionable
#Hanum
Oh githu, thanks
#Elly S
Sukurlah sudah mulai sadar*becanda lo mba*
#Jaloe
Didoakan dech, moga cepat dapat jodoh
#Cempluk
Dulu, pria yang pake hi heels umumnya para bangsawan, sekarang wanita golongan apa saja suka pake hi heels
#Pyuriko
Iya
#N
Asal apel-nya gak dilanjutin baris-berbaris trus gerak jalan
#Raida
kayaknya sama
#Retni
Salam kenal juga, udah saya pasang tuh link-nya
#Nilla
Weleh, sampe 7 cm. Bisa pingsan tuh jempol.
#Huda
Kalo ndut, hi heels-nya juga kasian, risiko penyok
#Mina
Kalo githu, pake kaki telanjang aza.
#JakartaButuhRevolusiBudaya
Salam kenal juga.
#Manler
Mungkin mode termasuk budaya pop?
#Rini Suryanti
Monggo, gih.
dari dulu aku gak suka pakai high heels! cape boo… dah gitu resiko aja kalo kesandung pasti d mata kaki sakitnya minta ampun. paling banter aku pake sepatu/ sandal dengan tinggi 3 cm.. gak takut jatuh, lebih nyaman buat jalan xixixixi..
Pake sepatu tinggi membuat lebih pede dan anggun…betul kok. Penampilan memang diperlukan jika bekerja di industri tertentu, tapi kalau jalan2 ya enakan pake sepatu tumit rendah.
Pake kain dan kebaya…kalau nggak pake sandal atau sepatu tumit tinggi malah kesrimpet…tapi begitu balik di mobil, sandal tinggi tadi bisa dicopot dan nyeker aja.
Artikelnya bagus pak.
owmaigad! 46cm…?
secara ya, pk yg 3cm aja saya sering keseleo n kesandung2 kl jalan… salut deh ama siapapun yg bisa pk 3cm ke atas. saya sih nyerah… demi keselamatan kaki saya yg cuma punya sepasang n gada serep nya
dok, saya pecinta high heels nih.. hehehe, saya maw tanya apakah menggunakan high heels dapat menimbulkan resiko kemandulan ??? terimakasih akan jawabannya dok =)
apa kah ada dampak pemakaian high heels terhadap fertilisasi ???